Mesin Pencari

Selasa, 27 Juli 2010

Sharing Drive over Wireless Network Windows 7

pernahkan anda mengalami kesulitan saat membuka file di drive yang sudah dishare di sebuah network yang berbasis windows 7. yup, hal itu selalu terjadi walaupun kita sudah melakukan tahap-tahap share yang umum kita terapkan di windows 7.
Hanya file-file di public folder yang bisa kita access, namun saat mengakses folder yang laen, akan selalu muncul menu "access is denied, you have no permission to access this file", begitulah kira-kira kata yang muncul setiap kali kita berusaha mengkasesnya.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa membagi-bagi drive agar bisa diakses secara bersama-sama oleh pengguna jaringan.
berikut tipsnya:
- pastikan komputer yang akan dishare dan komputer laennya berada dalam group yang sama. Secara default windows memberikan nama group di komputer kita dengan nama "WORKGROUP" anda bisa mengubahnya sesuai dengan nama yang anda pilih, yang penting semua komputer yang terlibat di jaringan memiliki nama group yang sama.
- pastikan pula setting di firewall windows maupun antivirus anda disetting untuk work network maupun home network.
- kini sambungkan komputer anda ke jaringan (wireless maupun LAN)
- setelah terkoneksi klik kanan di icon network yang ada di pojok kanan bawah, pilih "open network and sharing center"
- lalu pilih "change advanced sharing setting"



- ubah semua pilihan yang muncul ke posisi "ON" kecuali "Password Protecting Sharing" yang diubah ke posisi "OFF"



- lalu "save changes"

Ok sekarang kita setting drive yang akan di share di network
- klik kanan pada drive yang akan di share
- pilih share with / advanced sharing



- pada tab sharing / advanced sharing / beri tanda centang pada "share this folder" / klik "permission" / beri tanda centang pada "full control" / klik OK



- lalu klik tab "security" / edit / add / lalu ketikan "Everyone / beri tanda centang pada " full control" lalu "OK"



walla...kini drive dan file-file didalamnya sudah bisa diakses oleh semua user yang terlibat di network yang anda buat.

semoga tips sederhana ini bisa membantu anda..

Sabtu, 24 Juli 2010

hachiko a dog's story


Lahir 10 November 1923 dari induk bernama Goma-go dan anjing jantan bernama Ōshinai-go, namanya sewaktu kecil adalah Hachi. Pemiliknya adalah keluarga Giichi Saitō dari kota Ōdate, Prefektur Akita. Lewat seorang perantara, Hachi dipungut oleh keluarga Ueno yang ingin memelihara anjing jenis Akita Inu. Ia dimasukkan ke dalam anyaman jerami tempat beras sebelum diangkut dengan kereta api yang berangkat dari Stasiun Ōdate, 14 Januari 1924. Setelah menempuh perjalanan sekitar 20 jam, Hachi sampai di Stasiun Ueno, Tokyo.
Hachi menjadi anjing peliharaan Profesor Hidesaburō Ueno yang mengajar ilmu pertanian di Universitas Kekaisaran Tokyo. Profesor Ueno waktu itu berusia 53 tahun, sedangkan istrinya, Yae berusia 39 tahun. Profesor Ueno adalah pecinta anjing. Sebelum memelihara Hachi, Profesor Ueno pernah beberapa kali memelihara anjing Akita Inu, namun semuanya tidak berumur panjang. Di rumah keluarga Ueno yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya, Hachi dipelihara bersama dua ekor anjing lain, S dan John. Sekarang, lokasi bekas rumah keluarga Ueno diperkirakan di dekat gedung Tokyo Department Store sekarang.
Ketika Profesor Ueno berangkat bekerja, Hachi selalu mengantar kepergian majikannya di pintu rumah atau dari depan pintu gerbang. Di pagi hari, bersama S dan John, Hachi kadang-kadang mengantar majikannya hingga ke Stasiun Shibuya. Di petang hari, Hachi kembali datang ke stasiun untuk menjemput.
Pada 21 Mei 1925, seusai mengikuti rapat di kampus, Profesor Ueno mendadak meninggal dunia. Hachi terus menunggui majikannya yang tak kunjung pulang, dan tidak mau makan selama 3 hari. Menjelang hari pemakaman Profesor Ueno, upacara tsuya (jaga malam untuk orang meninggal) dilangsungkan pada malam hari 25 Mei 1925. Hachi masih tidak mengerti Profesor Ueno sudah meninggal. Ditemani John dan S, ia pergi juga ke stasiun untuk menjemput majikannya.
Nasib malang ikut menimpa Hachi karena Yae harus meninggalkan rumah almarhum Profesor Ueno. Yae ternyata tidak pernah dinikahi secara resmi. Hachi dan John dititipkan kepada salah seorang kerabat Yae yang memiliki toko kimono di kawasan Nihonbashi. Namun cara Hachi meloncat-loncat menyambut kedatangan pembeli ternyata tidak disukai. Ia kembali dititipkan di rumah seorang kerabat Yae di Asakusa. Kali ini, kehadiran Hachi menimbulkan pertengkaran antara pemiliknya dan tetangga di Asakusa. Akibatnya, Hachi dititipkan ke rumah putri angkat Profesor Ueno di Setayaga. Namun Hachi suka bermain di ladang dan merusak tanaman sayur-sayuran.
Pada musim gugur 1927, Hachi dititipkan di rumah Kikusaburo Kobayashi yang menjadi tukang kebun bagi keluarga Ueno. Rumah keluarga Kobayashi terletak di kawasan Tomigaya yang berdekatan dengan Stasiun Shibuya. Setiap harinya, sekitar jam-jam kepulangan Profesor Ueno, Hachi terlihat menunggu kepulangan majikan di Stasiun Shibuya.
Pada tahun 1932, kisah Hachi menunggu majikan di stasiun mengundang perhatian Hirokichi Saitō dari Asosiasi Pelestarian Anjing Jepang. Prihatin atas perlakuan kasar yang sering dialami Hachi di stasiun, Saitō menulis kisah sedih tentang Hachi. Artikel tersebut dikirimkannya ke harian Tokyo Asahi Shimbun, dan dimuat dengan judul Itoshiya rōken monogatari ("Kisah Anjing Tua yang Tercinta"). Publik Jepang akhirnya mengetahui tentang kesetiaan Hachi yang terus menunggu kepulangan majikan. Setelah Hachi menjadi terkenal, pegawai stasiun, pedagang, dan orang-orang di sekitar Stasiun Shibuya mulai menyayanginya. Sejak itu pula, akhiran kō (sayang) ditambahkan di belakang nama Hachi, dan orang memanggilnya Hachikō.
Sekitar tahun 1933, kenalan Saitō, seorang pematung bernama Teru Andō tersentuh dengan kisah Hachikō. Andō ingin membuat patung Hachikō. Setiap hari, Hachikō dibawa berkunjung ke studio milik Andō untuk berpose sebagai model. Andō berusaha mendahului laki-laki berumur yang mengaku sebagai orang yang dititipi Hachikō. Orang tersebut menjual kartu pos bergambar Hachikō untuk keuntungan pribadi. Pada bulan Januari 1934, Andō selesai menulis proposal untuk mendirikan patung Hachikō, dan proyek pengumpulan dana dimulai. Acara pengumpulan dana diadakan di Gedung Pemuda Jepang (Nihon Seinenkan), 10 Maret 1934. Sekitar tiga ribu penonton hadir untuk melihat Hachikō.
Patung perunggu Hachikō akhirnya selesai dan diletakkan di depan Stasiun Shibuya. Upacara peresmian diadakan pada bulan April 1934, dan disaksikan sendiri oleh Hachikō bersama sekitar 300 hadirin. Andō juga membuat patung lain Hachikō yang sedang bertiarap. Setelah selesai pada 10 Mei 1934, patung tersebut dihadiahkannya kepada Kaisar Hirohito dan Permaisuri Kōjun.
Selepas pukul 06.00 pagi, tanggal 8 Maret 1935, Hachikō, 13 tahun, ditemukan sudah tidak bernyawa di jalan dekat Jembatan Inari, Sungai Shibuya. Tempat tersebut berada di sisi lain Stasiun Shibuya. Hachikō biasanya tidak pernah pergi ke sana. Berdasarkan otopsi diketahui penyebab kematiannya adalah filariasis.
Upacara perpisahan dengan Hachikō dihadiri orang banyak di Stasiun Shibuya, termasuk janda almarhum Profesor Ueno, pasangan suami istri tukang kebun Kobayashi, dan penduduk setempat. Biksu dari Myōyū-ji diundang untuk membacakan sutra. Upacara pemakaman Hachikō berlangsung seperti layaknya upacara pemakaman manusia. Hachikō dimakamkan di samping makam Profesor Ueno di Pemakaman Aoyama.
Bagian luar tubuh Hachikō diopset, dan hingga kini dipamerkan di Museum Nasional Ilmu Pengetahuan, Ueno, Tokyo.
Pada 8 Juli 1935, patung Hachikō didirikan di kota kelahiran Hachikō di Ōdate. tepatnya di depan Stasiun Ōdate. Patung tersebut dibuat serupa dengan patung Hachikō di Shibuya. Dua tahun berikutnya (1937), kisah Hachikō dimasukkan ke dalam buku pendidikan moral untuk murid kelas 2 sekolah rakyat di Jepang. Judulnya adalah On o wasureruna (Balas Budi Jangan Dilupakan).
Pada tahun 1944, di tengah berkecamuknya Perang Dunia II, patung perunggu Hachikō ikut dilebur untuk keperluan perang. Patung pengganti yang sekarang berada di Shibuya adalah patung yang selesai dibuat bulan Agustus 1948. Patung tersebut merupakan karya pematung Takeshi Andō, anak laki-laki Teru Andō.
Pintu keluar Stasiun JR Shibuya yang berdekatan dengan patung Hachikō disebut Pintu Keluar Hachikō. Sewaktu didirikan kembali tahun 1948, patung Hachikō diletakkan di bagian tengah halaman stasiun menghadap ke utara. Namun setelah dilakukan proyek perluasan halaman stasiun pada bulan Mei 1989, patung Hachikō dipindah ke tempatnya yang sekarang dan menghadap ke timur.


Dari berbagai sumber

Rabu, 21 Juli 2010

NYENTANA


Istilah ini hanya ada di Bali, jadi untuk beberapa kalangan istilah "Nyentana" adalah istilah yang asing di telinga mereka.
Sekedar buat nambah pengetahuan, nyentana adalah suatu istilah yang diberikan kepada sepasang suami istri dimana si suami dipinang (diminta) oleh keluarga si istri. Lazimnya dalam adat di Bali, keluarga si suami lah yang harus meminang si istri, karena di Bali masih menganut sistem patrilinier atau kebapakan.
Lalu mengapa bisa justru keluarga mempelai wanita yang meminang si pria, hal ini dikarenakan keluarga dari pihak perempuan tidak memiliki keturunan laki-laki, jadi mereka harus meminang suami. Begitulah kira-kira secara ringkas mengenai nyentana.
Nah, disini yang menjadi permasalahan tidak semua keluarga atau orang tua yang mau anak lelakinya keluar (dipinang oleh keluarga perempuan).

Ada beragam alasan yang mereka utarakan, antara lain:
  • Khawatir dikutuk oleh leluhur mereka
  • Tidak ada adat di lingkungan mereka yang menganut atau mengambil jalan nyentana
  • Gengsi sebagai seorang lelaki dipinang ke keluarga perempuan
  • Malu sama masyarakat sekitar jika seorang lelaki dipinang seolah-olah tidak ada perempuan lain yang diajak nikah
Begitulah alasan-alasan yang sering terucap jika mereka tahu anak lelaki mereka bakal memilih nyentana. Lalu bagaimana jika sebuah keluarga tidak memiliki anak lelaki, seluruh anak mereka perempuan, apa mereka tega meninggalkan orang tua mereka untuk ikut keluarga suami mereka. Lalu siapa yang bakal meneruskan keturunan mereka, jika mereka ditinggal oleh semua anak mereka. Hal ini lah yang menjadi polemik di kalangan adat masyarakat Bali.
Ada yang menyebutkan pria yang mau nyentana adalah banci, pengecut, dan sebagainya. Ada pula yang menyebut mereka pahlawan, karena mereka mau membuang status "purusa" (status bagi lelaki jika sudah menikah) dan mengenakan status "pradana" (status bagi perempuan yang sudah menikah).

Kejadian inilah yang sekarang menimpaku,

Pacarku tidak memiliki saudara pria. Dia bersaudara 3, dan ke tiganya perempuan. Dahulu nyentana sangat dikecam dan dipermasalahkan oleh masyarakat. Kini seiring perkembangan jaman, jumlah laki-laki yang terlahir tidak sebanding dengan jumlah kelahiran perempuan. Alhasil, banyak keluarga yang kini mengharapkan meneruskan keturunan mereka melalui jalan nyentana.
Bagi mereka yang tidak memiliki anak laki-laki, mereka bisa memaklumi jalan yang akan aku tempuh, sebaliknya mereka yang memiliki anak lelaki hanya bisa mengecam dan tidak henti-hentinya memperguncingkan ku.
Perih rasanya menjalani keadaan seperti ini, ingin rasanya mengatakan ke mereka "Apabila kamu tidak punya keturuan laki-laki apa yang akan kamu lakukan? Apa hanya diam saja?!?"

Aku yakin suatu saat nanti adat nyentana ini akan lumrah, dan setiap orang akan mau menjalaninya tanpa beban. Blog ini aku buat bagi mereka-mereka yang masih ngotot mengecam nyentana. Jangan terlalu membanggakan dirimu yang sekarang, apa kamu yakin nanti anak cucumu bakal memiliki keturunan laki-laki??
Bagiku di mata Tuhan, kita ini sama. Tidak ada perbedaan antara laki-laki maupun wanita. Hasil perbuatan mereka lah yang nantinya membedakan mereka di mata Tuhan. Semoga Tuhan membuka mata umatnya lebar-lebar

"ASTUNGKARA"